Kebijakan Ekonomi - Kebijakan Fiskal, Moneter, Tingkat Kurs, dan Pendapatan
1.
Kebijakan Moneter
1.1.Pengertian Kebijakan
Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan dari
otoritas moneter (bank sentral) dalam bentuk pengendalian agregat moneter
(seperti uang beredar, uang primer, atau kredit perbankan) untuk mencapai
perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Perkembangan perekonomian
yang diinginkan dicerminkan oleh stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, dan
kesempatan kerja yang tersedia.
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan
uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi,
mencapai pekerja penuh atau lebih
sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, “margin requirement“, kapitalisasi untuk bank
atau bahkan bertindak sebagai peminjam
usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan
pemerintah lain.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu
kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan
eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi
makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan
kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang.
Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan
moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh
kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang
kemudian ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai
tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap
mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral
atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang
dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan
kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter
dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen
sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta
asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila
mengalami kesulitan likuiditas.
1.2.Peranan Kebijakan
Moneter
Bank Indonesia memiliki
tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini
sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah
kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank
Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran
utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem
nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar
sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh
karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk
mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan
nilai tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki
kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran
moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga
sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional,
pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen,
antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta
asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan
pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan
cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.
1.3.Tujuan Kebijakan
Moneter
a. Menjaga kestabilan ekonomi, artinya pertumbuhan arus
barang dan jasa seimbang dengan pertumbuhan arus barang dan jasa yang tersedia.
b. Menjaga kestabilan harga, artinya harga suatu barang
merupakan hasil interaksi antara jumlah uang yang beredar dengan jumlah uang
yang tersedia di pasar
c. Mengedarkan mata uang sebagai alat pertukaran (medium
of exchange) dalam perekonomian.
d. Mempertahankan keseimbangan antara kebutuhan
likuiditas perekonomian dan stabilitas tingkat harga.
e. Distribusi likuiditas yang optimal dalam rangka
mencapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan pada berbagai sektor ekonomi.
f. Membantu pemerintah melaksanakan kewajibannya yang
tidak dapat terealisasi melalui sumber penerimaan yang normal.
g. Meningkatkan kesempatan kerja. Pada saat perekonomian
stabil, pengusaha akan mengadakan investasi untuk menambah jumlah barang dan
jasa sehingga adanya investasi akan membuka lapangan kerja baru sehingga
memperluas kesempatan kerja masyarakat.
h. Memperbaiki neraca perdagangan kerja masyarakat. Hal
ini dapat dilakukan dengan jalan meningkatkan ekspor dan mengurangi impor dari
luar negeri yang masuk ke dalam negeri atau sebaliknya.
1.4.Jenis Kebijakan Moneter
a.
Kebijakan Moneter Ekspansif (Monetary Expansive Policy)
Kebijakan
moneter ekspansif adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang
beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan
daya beli masyarakat (permintaan masyarakat). Kebijakan ini diterapkan pada
saat perekonomian mengalami resesi atau depresi.
Kebijakan
moneter ekspansif ini disebut juga sebagai kebijakan moneter longgar (easy
monetary policy). Penerapan kebijakan ini seperti :
1) Politik diskonto (penurunan tingkat suku bunga)
2) Politik pasar terbuka (pembelian surat-surat berharga,
misalnya saham dan obligasi).
3) Politik cash ratio (penurunan cadangan kas)
4) Politik kredit selektif (pemberian kredit longgar)
b.
Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary Kontractive Policy)
Kebijakan
moneter kontraktif adalah kebijakan yang dilakukan dalam rangka mengurangi
jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian
mengalami inflasi. Kebijakan moneter kontraktif disebut juga dengan kebijakan
uang ketat (tight money policy). Kebijakan ini dapat diterapkan
berupa :
1)
Politik
diskonto (peningkatan suku bunga)
2)
Politik
pasar terbuka (penjualan surat berharga)
3)
Politik cash
ratio (peningkatan cadangan kas)
4)
Politik
kredit selektif (pengetatan pemberian kredit)
1.5. Instrumen Kebijakan
Moneter
Terdapat 4 instrumen pokok kebijakan
moneter :
a.
Politik Pasar Terbuka
Politik
pasar terbuka merupakan kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral dalam rangka
menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara menjual atau
membeli surat-surat berharga pemerintah (government securities).
Surat-surat berharga pemerintah diantaranya adalah SBI (Sertifikat Bank
Indonesia), SBPU (Surat Berharga Pasar Uang), saham, dan obligasi.
Jika
pemerintah ingin mengurangi jumlah uang yang beredar maka
pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Dengan
menjual SBI, uang dari masyarakat akan tertarik masuk ke bank sehingga
diharapkan jumlah uang beredar berkurang. SBI hanya dijual oleh bank
sentral.
Namun,
jika pemerintah ingin menambah jumlah uang beredar maka pemerintah akan membeli
surat berharga. Dengan membeli SBI, pemerintah akan mengeluarkan uang kepada
masyarakat dalam pembeliannya sehingga terjadilah penambahan jumlah uang yang
beredar di masyarakat.
b.
Politik Diskonto (Discount Rate)
Politik
diskonto adalah kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral dalam pengaturan
jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat suku bunga. Tingkat bunga
pada tiap-tiap bank umum akan dipengaruhi oleh tingkat bunga bank
sentral. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus
meminjam ke bank sentral.
Jika
pemerintah akan menambah jumlah uang yang beredar maka pemerintah menurunkan
tingkat suku bunga bank sentral. Dengan begitu, minat masyarakat untuk menabung
di bank pun berkurang. Sehingga, jumlah uang yang beredar bertambah. Selain
itu, juga mengakibatkan suku bunga kredit turun dan mengakibatkan masyarakat
banyak tertarik untuk mengajukan pinjaman ke bank.
Serta
sebaliknya, jika pemerintah akan mengurangi jumlah uang yang beredar maka
pemerintah akan menaikkan tingkat bunga. Sehingga, hasrat masyarakat untuk
menabung di bank pun tinggi yang mengakibatkan jumlah uang yang beredar di
masyarakat berkurang. Selain itu, kenaikan suku bunga tabungan akan
meningkatkan suku bunga kredit. Dengan naiknya suku bunga kredit, masyarakat
akan enggan untuk mengajukan kredit.
c.
Politik Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio
cadangan wajib adalah kebijakan bank sentral untuk menambah atau mengurangi
jumlah uang yang beredar dengan cara menaikan atau menurunkan cadangan minimum
yang harus dipenuhi oleh bank umum dalam mengedarkan atau memberikan kredit
kepada masyarakat.
Ketika
pemerintah ingin menambah jumlah uang yang beredar maka pemerintah menurunkan
rasio cadangan wajib. Jika bank sentral menurunkan cadangan kas, berarti bank
sentral ingin menambah jumlah uang yang beredar. Dalam hal ini bank-bank umum
diberi kesempatan untuk dapat mengedarkan uang lebih banyak.
Sebaliknya,
ketika pemerintah ingin mengurangi jumlah uang yang beredar maka pemerintah
menaikkan rasio cadangan wajib. Hal ini terjadi karena dengan naiknya cadangan
kas berarti bank umum harus lebih banyak menahan uang tunai untuk tidak
diedarkan.
d.
Kebijakan Kredit Selektif
Kebijakan
kredit selektif adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam pemberian
atau tidaknya suatu kredit. Kredit selektif ini dilakukan dengan cara
menentukan syarat-syarat kredit yang dikenal dengan 5C. Pada saat pemerintah
ingin menambah jumlah uang yang beredar maka pemerintah akan melonggarkan
pemberian kredit. Namun, jika pemerintah ingin mengurangi jumlah uang yang
beredar maka pemerintah akan mengetatkan pemberian kredit.
Selain
instrumen di atas, ada beberapa instrumen lain yang dipergunakan oleh
pemerintah dalam melaksanakan kebijakan moneter, diantaranya :
1)
Imbauan Moral (Moral Persuasion)
Imbauan
moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan cara
memberi imbauan kepada para pelaku ekonomi. Contohnya, menghimbau perbankan
pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi
jumlah uang beredar.
2)
Politik Saneering
Bank
Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7
tentang Bank Indonesia. Kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral
dengan cara pengguntingan (pemotongan) uang disebut dengan politik saneering.
Politik saneering diterapkan ketika terjadi
hiperinflasi. Instrumen ini pernah dilakukan BI pada tanggal 13 Desember 1965.
Pada saat itu, dilakukan pemotongan uang dari Rp.1.000 menjadi Rp.1. Hal
ini dilakukan untuk menyehatkan kembali nilai uang yang sudah jatuh.
3)
Devaluasi
Devaluasi
adalah kebijakan bank sentral untuk menurunkan nilai rupiah terhadap mata uang
asing.
4)
Revaluasi
Revaluasi
adalah kebijakan bank sentral untuk menaikkan nilai mata uang dalam negeri
terhadap mata uang asing.
2.
Kebijakan Fiskal
2.1.Pengertian
Kebijakan Fiskal
Kebijakan
Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi
perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan
pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk
mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada
pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
Kebijakan
yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan
kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya
tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain,
kebijakan fiskal adalah kebjakan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan
atau pengeluaran Negara.
Dari
semua unsur APBN hanya pembelanjaan Negara atau pengeluaran dan Negara dan
pajak yang dapat diatur oleh pemerintah dengan kebijakan fiskal. Contoh kebijakan
fiskal adalah apabila
perekonomian nasional mengalami inflasi,pemerintah dapat mengurangi kelebihan
permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau menaikkan
pajak agar tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan
anggaran.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
2.2.Peran
dan Fungsi Kebijakan Fiskal
Pemerintah
menjalankan kebijakan fiskal adalah dengan maksud untuk mempengaruhi jalannya
perekonomian atau dengan perkataan lain, dengan kebijakan fiskal pemerintah
berusaha mengarahkan jalannya perekonomian menuju keadaan yang diinginkannya.
Dengan melalui kebijakan fiskal, antara lain pemerintah dapat mempengaruhi
tingkat pendapatan nasional, dapat mempengaruhi kesempatan kerja, dapat
mempengaruhi tinggi rendahnya investasi nasional, dan dapat mempengaruhi
distribusi penghasilan nasional.
Menurut sebuah referensi, fungsi utama dari
diterapkannya kebijakan fiskal dapat dibagi menjadi 3 sisi. Fungsi kebijakan
fiskal yang pertama adalah fungsi alokasi. Dalam penerapan fungsi ini kebijakan
fiskal berperan aktif mengalokasikan atau mengatur faktor-faktor produksi yang
sudah ada di masyarakat secara lebih maksimal. Dan jika faktor ekonomi tersebut
dapat dikelola dengan baik maka dapat membantu pemenuhan kebutuhan rakyat
disamping juga memberikan dampak positif terhadap perekonomian secara luas.
Fungsi yang kedua adalah fungsi distribusi.
Untuk mencapai fungsi ini, penerapan kebijakan fiskal dapat dimulai dari sistem
yang mengatur pembagian dan pemerataan hasil pendapatan negara. Hal ini
tentunya menjadi faktor yang sangat penting mengingat tidak jarang
pendistribusian pendapatan negara tidak benar-benar sampai dengan baik hingga
ke rakyat banyak. Dan fungsi yang terakhir adalah fungsi stabilitas. Pada
fungsi stabilitas beberapa faktor yang dijaga agar tetap stabil yaitu harga
barang kebutuhan pokok, pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja yang memadai.
Ketiga faktor tersebut merupakan hal yang harus diperhatikan untuk memenuhi
fungsi stabilitas dari kebijakan fiskal.
2.3.Tujuan Kebijakan Fiskal
Tujuan dari kebijakan fiskal adalah untuk mempengaruhi jalannya
perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil
pengeluaran komsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerintah (Tr), dan
jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat
pendapatan nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja (N).
Tujuan utama kebijakan fiskal ialah untuk mencegah pengangguran dan
menstabilkan harga. Implementasinya untuk menggerakkan Pos penerimaan dan
pengeluaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan semakin
kompleksnya struktur ekonomi perdagangan dan keuangan, maka semakin rumit pula
cara penanggulangan inflasi. Kombinasi beragam harus digunakan secara tepat,
seperti kebijakan fiskal, kebijakan moneter, perdagangan dan penentuan harga.
Secara rinci, kebijakan fiskal memiliki tujuan :
a.
Mencapai stabilitas perekonomian
b.
Memacu dan mendorong terjadinya
pertumbuhan ekonomi
c.
Memperluas dan menciptakan lapangan
kerja
d.
Menciptakan terwujudnya keadilan
sosial bagi masyarakat
e.
Mewujudkan pendistribusian dan
pemerataan pendapatan.
f.
Mencegah pengangguran dan
menstabilkan harga
2.4.Instrumen Kebijakan
Fiskal
Instrumen
kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan
erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku
akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli
masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output.
Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta
menurunkan output industri secara umum. Perubahan dalam tingkat dan komposisi
pajak dan pengeluaran pemerintah dapat berdampak pada variabel-variabel berikut
dalam perekonomian:
a.
Aggregate demand and the level of
economic activity ( Permintaan agregat dan tingkat kegiatan ekonomi )
b.
The pattern of resource allocation
(Pola alokasi sumber daya)
c.
The distribution of income
(Distribusi pendapatan)
Kebijakan
fiskal mengacu pada efek keseluruhan hasil anggaran pada kegiatan ekonomi.
Sikap tiga kemungkinan kebijakan fiskal yang netral, ekspansif, dan kontraktif:
a.
Sikap netral menyiratkan kebijakan
fiskal anggaran berimbang di mana G = T
(Pemerintah pengeluaran = Pajak pendapatan). Pengeluaran pemerintah sepenuhnya
didanai oleh penerimaan pajak dan hasil keseluruhan anggaran memiliki efek
netral pada tingkat kegiatan ekonomi.
b.
Sikap ekspansif kebijakan fiskal
bersih melibatkan peningkatan pengeluaran pemerintah (G> t) melalui
pengeluaran pemerintah meningkat, penurunan pendapatan pajak, atau kombinasi
dari keduanya. Hal ini akan mengakibatkan defisit anggaran yang lebih besar
atau lebih kecil daripada surplus anggaran pemerintah sebelumnya.
c.
Kontraktif kebijakan fiskal (G
<T) terjadi ketika bersih dikurangi pengeluaran pemerintah baik melalui
pendapatan pajak yang lebih tinggi, mengurangi pengeluaran pemerintah, atau
kombinasi keduanya. Hal ini akan mengakibatkan defisit anggaran yang lebih
rendah atau surplus yang lebih besar dari pada pemerintah sebelumnya, atau
surplus sebelumnya pemerintah memiliki anggaran berimbang. Kontraktif kebijakan
fiskal biasanya berhubungan dengan surplus.
2.5.Bentuk – bentuk
Kebijakan Fiskal
Macam-macam kebijakan fiskal terbagi atas 2 bagian yakni macam-macam
kebijakan fiskal berdasarkan segi teori dan macam-macam kebijakan fiskal
berdasarkan jumlah penerimaan dan dan pengeluran, antara lain berikut ini..
a. Macam-macam Kebijakan Fiskal Berdasarkan Sigi Teorinya
1)
Pembiayaan
Fungsional (Functional Finance)
Pembiayaan
fungsional adalah kebijakan yang mengatur dan mempertimbangkan pengeluaran
pemerintah dari berbagai akibat tak langsung pada pendapatan nasional dan
bertujuan dalam peningkatan kesempatan kerja.
2)
Pengelolaan
Anggaran (The Managed Budget Approach)
Pengelolaan
anggaran adalah mengatur pengeluaran pemerintah, hutang dan perpajakan dalam
mencapai ekonomi yang stabil.
3)
Stabilisasi
Anggaran Otomatis (The Stabilizing budget)
Stabilisasi
anggaran adalah kebijakan yang mengatur segala pengeluaran pemerintah dengan
pertimbangan manfaat dan besarnya biaya dari berbagai pengeluaran dan
program-program pemerintah. tujuannya adalah penghematan anggaran
pemerintah.
2.6.Kebijakan Anggaran
Macam-macam Kebijakan Fiskal Bedasarkan Jumlah Penerimaan dan Pengeluaran,
yaitu :
a. Kebijakan Anggaran Seimbang
Kebijakan
anggaran seimbang adalah kebijakan yang menyusun jumlah penerimaan dan
pengeluaran sama besar, jadi penerimaan yang diterima pemerintah harus sama
dengan pengelurannya dan begitupun sebaliknya. Keuntungan kebijakan ini adalah
tidak perlu adanya lagi pinjaman baik dari dalam negeri dan luar negeri,
sedangkan kerugiannya adalah jika perekonomian negara dalam keadaan kurang baik
akan mengakibatkan ekonomi semakin memburuk
b. Kebijakan Anggaran Surplus
Kebijakan
anggaran surplus adalah kebijakan yang disusun dengan pendapatan/penerimaan
harus lebih besar dari pada pengeluaran atau pengeluaran dengan sedikit tetapi
pendapatan/penerimaan banyak. ini digunakan untuk mencegah inflasi.
c. Kebijakan Anggaran Defisit
Kebijakan
anggaran defisit adalah kebijakan yang disusun dengan cara pengeluaran lebih
besar dari pada penerimaan/pendapatan. Ini berupakan kebalikan dari kebijakan
anggaran surplus. Kebijakan anggaran defisit dilakukan untuk mengurangi depresi
dan kelesungan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi tetapi menyebabkan
kekurangan anggaran.
d. Kebijakan Anggaran Dinamis
Kebijakan
anggaran dinamis adalah kebijakan yang disusun dengan cara jumlah pengeluaran
dan penerimaan sama besar dan lama kelamaan jumlahnya makin bertambah.
kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi kebutuhan yang terus bertambah sehingga
dibutuhkan jumlah yang besar.
3.
Kebijakan Tingkat Kurs
3.1.Pengertian Nilai Tukar
Nilai tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai peran penting dalam
rangka tercapainya stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi.
Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi
peningkatan kegiatan dunia usaha.
Secara garis besar, sejak tahun 1970, Indonesia telah menerapkan tiga
sistem nilai tukar, yaitu sistem nilai tukar tetap mulai tahun 1970 sampai
tahun 1978, sistem nilai tukar mengambang terkendali sejak tahun 1978, dan
sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate system) sejak
14 Agustus 1997.
Dengan diberlakukannya sistem yang terakhir ini, nilai tukar rupiah
sepenuhnya ditentukan oleh pasar sehingga kurs yang berlaku adalah benar-benar
pencerminan keseimbangan antara kekuatan penawaran dan permintaan.
Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia pada waktu-waktu
tertentu melakukan sterilisasi di pasar valuta asing, khususnya pada saat
terjadi gejolak kurs yang berlebihan.
3.2.Perkembangan Kebijakan Sistem Nilai Tukar Di Indonesia
Sejak periode 1970 hingga sekarang, sistem nilai tukar yang berlaku di
Indonesia telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali, yaitu Sistem Nilai
Tukar Tetap, Sistem Nilai tukar Mengambang Terkendali, dan terakhir Sistem
Nilai tukar Mengambang Bebas.
a. Sistem Nilai Tukar Tetap
Sistem nilai tukar tetap ( fixed exchange rate ) dimana lembaga otoritas
moneter menetapkan tingkat nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang
negara lain pada tingkat tertentu, tanpa memperhatikan penawaran ataupun
permintaan terhadap valuta asing yang terjadi. Bila terjadi kekurangan atau
kelebihan penawaran atau permintaan lebih tinggi dari yang ditetapkan
pemerintah, maka dalam hal ini akan mengambil tindakan untuk membawa tingkat
nilai tukar ke arah yang telah ditetapkan. Tindakan yang diambil oleh otoritas
moneter bisa berupa pembelian ataupun penjualan valuta asing, bila tindakan ini
tidak mampu mengatasinya, maka akan dilakukan penjatahan valuta asing
b. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali
Nilai tukar mengambang terkendali, dimana pemerintah mempengaruhi
tingkat nilai tukar melalui permintaan dan penawaran valuta asing, biasanya
sistem ini diterapkan untuk menjaga stabilitas moneter dan neraca pembayaran.
Sistem nilai tukar mengambang terkendali di Indonesia ditetapkan
bersamaan dengan kebijakan devaluasi Rupiah pada tahun 1978 sebesar 33 %. Pada
sistem ini nilai tukar Rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata uang
(basket currencies) negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Dengan sistem
tersebut, Bank Indonesia menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak
di pasar dengan spread tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah,
maka Bank Indonesia melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas
atas atau batas bawah spread
c. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas
Nilai tukar mengambang bebas, dimana pemerintah tidak mencampuri tingkat
nilai tukar sama sekali sehingga nilai tukar diserahkan pada permintaan dan
penawaran valuta asing. Penerapan sistem ini dimaksudkan untuk mencapai
penyesuaian yang lebih berkesinambungan pada posisi keseimbangan eksternal
(external equilibrium position). Tetapi kemudian timbul indikasi bahwa beberapa
persoalan akibat dari kurs yang fluktuatif akan timbul, terutama karena
karakteristik ekonomi dan struktur kelembagaan pada negara berkembang masih
sederhana. Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas ini diperlukan sistem
perekonomian yang sudah mapan.
3.3.Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi menunjukan kemampuan suatu perekonomian dalam
memproduksi barang dan jasa guna meningkatkan pendapatan masyarakat. Bagi suatu
negara pertumbuhan ekonomi dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Tingkat suku
bunga kredit, nilai tukar merupakan beberapa di antaranya. Penurunan suku bunga
kredit produktif, seperti suku bunga kredit investasi akan berdampak pada
peningkatan kapasitas produksi suatu negara. Nilai tukar mata uang akan
mempengaruhi transaksi ekspor dan impor yang berpengaruh pada permintaan
agregat.
4.
Kebijakan Pendapatan
Pendapatan
nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang
berusaha menaksir pendapatan nasional negaranya(Inggris) pada tahun 1665. Dalam
perhitungannya, ia menggunakan anggapan bahwa pendapatan nasional merupakan
penjumlahan biaya hidup (konsumsi) selama setahun. Namun, pendapat tersebut
tidak disepakati oleh para ahli ekonomi modern, sebab menurut pandangan ilmu
ekonomi modern, konsumsi bukanlah satu-satunya unsur dalam perhitungan
pendapatan nasional. Menurut mereka, alat utama sebagai pengukur kegiatan
perekonomian adalah Produk Nasional Bruto (Gross National Product, GNP), yaitu
seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang
bersangkutan diukur menurut harga pasar pada suatu negara.
0 komentar